Djawanews.com – Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI, Arif Havas Oegroseno menegaskan kebijakan tarif impor 32 persen yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia tidak ada hubungannya dengan keanggotaan BRICS. Diketahui, Indonesia resmi menjadi anggota BRICS pada Januari 2025.
"Karena banyak negara yang bukan BRICS pun juga, kalau saya lihat suratnya ya jadi tidak ada kaitannya dengan itu (BRICS)," kata Havas, dikutip Antara, Selasa 8 Juli.
Havas menjelaskan, terkait penetapan tarif 32 persen oleh Presiden AS Donald Trump itu, Indonesia saat ini masih dalam proses negosiasi dengan AS. Pihak Indonesia pun sudah menyampaikan beberapa tawaran. Namun, ia enggan merinci tawaran-tawaran tersebut karena tidak semua proses negosiasi bersifat terbuka.
"Tapi ada tawaran-tawaran yang kita sampaikan, terus ada juga yang kita inginkan juga secara spesifik," ujarnya.
Meski demikian, Havas menuturkan bahwa kerja sama perdagangan global antara Indonesia dan AS hanya sebesar 15 persen. Menurut dia, Indonesia perlu melakukan diversifikasi mitra perdagangan, tidak hanya dengan AS, tetapi juga dengan pasar lama yang masih bisa ditingkatkan lagi atau pasar baru seperti di Afrika dan Latin Amerika.
"Juga di tingkat Asia Tenggara sendiri, jadi perlu ada suatu review dalam konteks perdagangan di Asia Tenggara untuk dilihat lagi apakah ada barrier yang bisa kita hilangkan, jadi bisa meningkatkan perdagangan," ujarnya.
Lebih lanjut, Wamen Havas juga menuturkan ada kemungkinan perluasan perdagangan dengan Malaysia, yakni dengan memperluas perdagangan antara provinsi di Indonesia dengan negara bagian di Malaysia.
"Supaya kita bisa menciptakan suatu resiliensi ekonomi sehingga kita tidak mudah shock kalau ada faktor-faktor eksternalnya," tuturnya.
Donald Trump sebelumnya mengirimi surat kepada Prabowo Subianto terkait penetapan tarif 32 persen untuk Indonesia. Penetapan tarif itu tidak berubah dari nilai resiprokal yang diumumkan April lalu.
Selain Indonesia, Trump juga merilis secara terbuka via media sosialnya surat keputusan pengenaan tarif ke negara lain yang dia tujukan kepada kepala negara masing-masing.
Sejumlah mitra Indonesia di Asia Tenggara menerima pengurangan nilai tarif impor dari yang sebelumnya ditetapkan AS, seperti Thailand dan Kamboja yang sama-sama dikenakan tarif tambahan 36 persen dibandingkan yang sebelumnya sebesar 36 dan 49 persen.
Nasib berbeda dialami Malaysia yang kini terkena tarif impor 25 persen, justru naik satu persen dari nilai tarif sebelumnya sebesar 24 persen.