Djawanews.com—Orang Baduy (Urang kanekes) memiliki tradisi hidup menutup diri dari dunia luar. Namun ada satu masa dalam sekali setahun ribuan orang Baduy Lebak membanjiri jalanan dan memperlihatkan diri mereka pada dunia yakni pada saat menjalankan tradisi Seba.
Pelaksanaan dan Makna Tradisi Seba
Tradisi Seba merupakan perjalanan jauh dari desa Kanekes yang terletak di Kabupaten Lebak menuju ke Kota Serang, ibu kota Provinsi Banten. Ribuan pasang kaki tanpa alas dari para pria Baduy membanjiri jalanan. Ada yang mengenakan pakaian putih-putih, mulai dari ikat kepala hingga kaki. Ada juga yang mengenakan ikat kepala berwarna biru dengan pakaian hitam.
Mengusung filosofi “Lojor henteu beunang dipotong, pendek henteu beunang disambung” (Panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung), masyarakat Baduy berjalan dengan membawa berbagai macam hasil tani yang akan diserahkan kepada pemerintah.

Penyerahan hasil tani di puncak acara tradisi Seba (goodnewsfromindonesia)
Tradisi ini diikuti oleh orang Baduy Luar maupun Baduy Dalam dan merupakan tradisi tahunan yang sudah berumur ratusan tahun yakni sejak zaman kesultanan Banten di Kabupaten Serang. Biasanya acara tersebut digelar setelah musim panen ladang huma.
“Seba” dalam bahasa Baduy berarti seserahan. Maka tradisi Seba merupakan upacara seserahan hasil bumi serta melaporkan berbagai kejadian yang telah berlangsung selama satu tahun terakhir di Suku Baduy kepada Ibu gede dan Bapak gede atau pemerintah setempat yang biasa disebut dengan upeti pada kerajaan.
Di dalam Seba, ada dialog antara masyarakat Baduy dan pemerintah untuk tetap menjaga kelestarian alam, hutan, dan lingkungan. Sebab, masyarakat Baduy tinggal di kawasan hutan Gunung Kendeng, di mana terdapat kelestarian lingkungan yang perlu dijaga, karena masyarakat Baduy percaya hal itu dapat menjauhkan dari bencana.
Ikuti juga hal-hal unik dan menarik lainnya, dari dalam dan luar negeri, yang dibahas Djawanews di sini.