Djawanews.com - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyampaikan keprihatinan dan mengecam keras kasus pungutan liar (pungli) yang terjadi pada keluarga Yunita Tambunan saat memakamkan ayahnya karena Covid-19 pada Selasa (6/7) di TPU khusus Covid-19 di Cikadut.
"Perilaku petugas pemakaman sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan, terutama di saat seruan solidaritas kebangsaan sedang giat dikumandangkan oleh pemerintah dan semua pemuka agama untuk menanggulangi pandemik Covid-19," kata Humas PGI, Philip Situmorang dalam keterangan tertulisnya, Senin 12 Juli 2021.
PGI Juga mengapresiasi sikap cepat dan tanggap Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil dan Kapolda Jabar Irjen Pol Ahmad Dofiri yang telah mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku pungli tersebut.
PGI berharap kasus ini tidak terulang bukan hanya di Jawa Barat tapi di seluruh Indonesia. Hendaknya setiap elemen masyarakat dijauhkan dari tindakan tidak bermoral untuk mencari untung atau keselamatan sendiri di tengah bencana kemanusiaan yang dahsyat ini.
"Atas kejadian tersebut PGI berharap pemerintah pada semua jenjang dapat memperketat pengawasan serta terus-menerus memperkuat edukasi dan literasi mengenai hak-hak dan kewajiban masyarakat yang menjadi korban Covid-19, di antaranya pembiayaan penanganan pasien dan korban Covid-19 yang sepenuhnya disubsidi pemerintah," kata Philip lagi.
"PGI juga meminta supaya semua pelayanan RS dan pemakaman serta fasilitas layanan pasien Covid-19 lainnya dilakukan tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama dan ras," tutupnya.
Perkembangan kasus dugaan pungli di TPU Cikadut
Pelaku dugaan pungli di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cikadut, Kota Bandung, sudah mengembalikan uang kepada keluarga Yunita. Kedua belah pihak sepakat kasus ini berakhir damai.
"Jadi sudah ada pengembalian uang sebanyak Rp2,8 juta, kemudian mereka mau aman dan tidak diramaikan, kedua belah pihak ada kesepakatan untuk damai," kata Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya.
Hasil pemeriksaan polisi, kedua belah menyebut sudah ada kesepakatan dalam pembayaran Rp2,8 juta itu. Saat itu keluarga korban ingin segera memakamkan jenazah di saat kondisi dan jumlah petugas pemikul di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cikadut sedang tidak optimal.
"Karena biasanya ada yang meninggal tiga sampai lima jenazah, tapi selama dua pekan ini per hari bisa mencapai 50 jenazah dan bahkan pada malam kejadian itu ada 60-70 jenazah," kata Ulung.
Lalu diusulkan supaya jasa pemikul dari masyarakat setempat. Terjadilah kesepakatan antara Yunita dengan masyarakat setempat untuk membayar uang sebesar Rp2,8 juta.
Ulung memastikan bahwa ahli waris yang mengaku terkena pungli itu bukan diminta biaya oleh petugas resmi TPU Cikadut, melainkan melakukan transaksi dengan warga setempat.