Djawanews.com – Tercatat hingga Kamis (3/2) malam, ada 75 nama yang bergabung dalam aksi menggugat UU Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai cacat formil.
Diketahui dari 75 nama itu, tercatat ada empat purnawirawan jenderal, aktivis, profesor, akademisi, tokoh agama, hingga politikus. Nama-nama itu tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN).
“Benar ada empat (purnawirawan jenderal)," kata kuasa pemohon, Viktor Santoso Tandiasa, dikutip dari detikcom, Jumat 4 Februari.
Adapun keempat purnawirawan jenderal tersebut yakni Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto, Letjen (Purn) Suharto, Mayjen (Purn) Soenarko, dan Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat. Tyasno adalah KSAD pada 1999-2000. Sebelumnya ia adalah Kepala Bais TNI dan Pangdam Diponegoro.
Sementara Mayjen Soenarko lahir pada 1 Desember 1953 dan pernah menduduki jabatan sebagai Danjen Kopassus. Sementara itu, Letjen (Purn) Suharto lahir pada 2 Desember 1947 dan merupakan Komandan Korps Marinir ke-12. Letjen Suharto merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) tahun 1969. Kemudian melanjutkan Sesko pada 1992.
Lalu siapakah Letjen (Purn) Yayat Sudrajat? Jabatan terakhir di militer adalah Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI 2015-2016 dan setelahnya menjadi Sesmenko Polhukam 2016-2017.
Yayat tercatat juga pernah menjadi Direktur Kontra Terorisme Deputi Bidang Kontra Intelijen BIN. Saat ini ia berkiprah di dunia politik dengan duduk di pucuk pimpinan Partai Berkarya.
Atas pertimbangan kebutuhan administrasi pendaftaran gugatan, tim hukum hanya mencantumkan 12 nama di daftar permohonan karena pendaftaran didesak waktu. Jumlah akan bertambah karena tim PNKN masih membuka pendaftaran bagi masyarakat yang mau ikut menggugat UU IKN itu ke MK.
"Masih bisa bertambah," kata Viktor
Dalam permohonannya, Viktor menyatakan banyak cacat formil UU IKN. Salah satunya tidak masuk dalam RPJM tapi malah diloloskan DPR.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah dua kali merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.
"Sebagai dokumen perencanaan yang memiliki nilai konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 ternyata belum merumuskan perencanaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN)," papar Viktor.