Djawanews.com – Ketua DPR Puan Maharani menanggapi soal rencana penghapusan istilah "orde lama" dalam proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Puan mengingatkan pemerintah agar dilakukan secara hati-hati sehingga tidak peristiwa sejarah yang hilang.
"Ya itu apapun kalimatnya, apapun kejadiannya jangan sampai ada yang tersakiti, jangan sampai ada yang dihilangkan karena sejarah tetap sejarah. Jadi harus dikaji dengan baik dan dilakukan dengan hati-hati," ujar Puan, Selasa, 27 Mei.
Puan menekankan penulisan ulang sejarah nasional harus di lakukan secara hati-hati, transparan dan tak terburu buru.
"Dan jangan kemudian menghapus sejarah yang ada walaupun itu pahit namun harus disampaikan dengan transparan," kata Puan.
Mengutip pernyataan Presiden pertama sekaligus Proklamator RI Sukarno, Puan mengingatkan bangsa ini jangan sekali-kali melupakan sejarah.
"Jadi JASMERAH, jangan sekali kali melupakan sejarah," kata cucu Bung Karno itu.
"Kalau memang ingin diperbaiki silakan, namun namanya sejarah apakah itu pahit ataukah baik ya kalau memang harus diulang ya diulang dengan sebaik baiknya," kata Puan mengingatkan.
Puan menegaskan penulisan ulang sejarah Indonesia harus betul-betul meminta masukan dari semua pihak dan elemen masyarakat.
"Jangan sampai terburu buru, namun nanti melanggar aturan dan mekanisme," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengungkap alasan tak ada istilah Orde Lama (Orla) dalam 10 jilid buku penulisan ulang sejarah Indonesia yang sedang dikerjakan. Alasannya, kata Fadli, selama ini pemerintah sebelum Orde Baru (Orba) tidak pernah mengatakan sebagai Orde Lama.
"Jadi sebenarnya itu para sejarawan yang membuat ya, kalau kita lihat istilah Orde Lama, pemerintahan Orde Lama, tidak pernah menyebut dirinya Orde Lama, kalau Orde Baru memang menyebut itu adalah Orde Baru," kata Fadli.
Menurut Fadli, perubahan istilah itu dilakukan agar perspektif yang digunakan dalam sejarah baru lebih netral dan inklusif.
Dalam rapat bersama Komisi X DPR, Fadli juga mengungkap enam faktor yang membuat penulisan ulang sejarah Indonesia harus dilakukan. Pertama adalah menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia-sentris.
Kedua, sejarah Indonesia akan ditulis ulang untuk menjawab tantangan terbaru. Ketiga, untuk membentuk identitas nasional yang kuat. Keempat, menegaskan otonomi sejarah, sejarah otonom. Kelima, relevansi untuk generasi muda.
"Dan (keenam), reinventing Indonesian identity (menemukan kembali identitas Indonesia)," kata Fadli.