Djawanews.com – Kelompok teroris ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri dalam sebuah acara partai politik di Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan barat laut, Minggu, 3o Juli lalu. Diketahui sedikitnya 54 orang tewas dalam insiden ini.
Pembom tersebut menyerang sebuah pertemuan pada hari Minggu yang diadakan oleh partai konservatif Jamiat Ulema Islam-Fazl (JUI-F), yang dikenal memiliki hubungan dengan kelompok garis keras, namun mengutuk para militan yang ingin menggulingkan pemerintah Pakistan.
Serangan di Distrik Bajaur, Pakistan barat laut, dekat perbatasan dengan Afghanistan, menambah kekhawatiran keamanan menjelang pemilihan umum nasional pada Bulan November.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan belakangan, kelompok militan garis keras ISIS mengaku bertanggung jawab atas pengeboman tersebut.
"Serangan ini terjadi dalam konteks alamiah dari perang yang sedang berlangsung yang dilancarkan oleh ISIS terhadap 'demokrasi' sebagai sebuah rezim yang memusuhi Islam yang sejati dan bertentangan dengan hukum ilahi," ujar Amaq, sebuah agensi dari kelompok tersebut di Telegram, dilansir dari Reuters 1 Agustus.
Sementara itu, seorang pejabat di badan penyelamat yang dikelola pemerintah Bilal Faizi mengatakan, jumlah korban tewas telah bertambah menjadi 45 orang.
Sedangkan dari 130 lebih korban luka-luka, 61 orang di antaranya masih menjalani perawatan, kata penasihat kesehatan pemerintah Riaz Anwar.
Perdana Menteri Shehbaz Sharif mengecam ledakan tersebut sebagai serangan terhadap proses demokrasi. Prospek pemilu telah dikaburkan oleh persaingan berbulan-bulan antara partai-partai utama, serta tuduhan keterlibatan militer dalam politik sipil, yang dibantah oleh pihak militer.
Diketahui, masa jabatan pemerintah akan berakhir pada paruh pertama bulan Agustus ini, dan setelah itu pemilihan umum akan diadakan sebelum awal November.
"Pembenaran untuk menunda pemilu dapat menguat jika serangkaian serangan seperti itu terus terjadi," terang mantan kepala kontra-terorisme Pakistan Khawaja Khalid Farooq, kepada Reuters.
"Serangan-serangan yang ditargetkan seperti itu dapat mempengaruhi kinerja dan kampanye pemilihan umum dari partai-partai politik yang terkena dampaknya," lanjutnya.
Pakistan sendiri mengalami peningkatan serangan oleh militan Islamis sejak tahun lalu, ketika gencatan senjata antara kelompok Taliban Pakistan, Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) dan pemerintah gagal.
Januari lalu, sebuah bom meledak di Peshawar dan menewaskan 100 orang, dengan kelompok sempalan TTP mengklaim bertanggung jawab. Namun, serangan Hari Minggu adalah yang paling mematikan yang menargetkan rapat umum politik sejak kampanye pemilihan umum pada tahun 2018.
Meskipun TTP dan kelompok-kelompok terkait berada di balik sebagian besar serangan dalam beberapa bulan terakhir, kelompok ini menjauhkan diri dari serangan Hari Minggu, dengan seorang juru bicara yang mengutuknya.
Dibandingkan dengan TTP, serangan-serangan berskala besar oleh ISIS lebih jarang terjadi di Pakistan karena keberadaannya yang terbatas. Afiliasi lokal kelompok ini, yang pertama kali muncul di Irak, tetap lebih aktif di Afghanistan. Serangan besar terakhirnya di Pakistan terjadi di sebuah masjid pada tahun 2022.
Kelompok militan baru lainnya, Tehreek-e-Jihad Pakistan, yang tidak banyak diketahui, juga telah muncul dalam beberapa bulan terakhir, dan telah melakukan serangkaian serangan di negara itu, menewaskan 12 tentara di sebuah pangkalan militer pada awal Juli lalu.