Djawanews.com - Gubernur DKI, Anies Baswedan mengatakan situasi pandemi di Jakarta mulai menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Namun jangan jumawa dengan situasi ini.
Dalam dua bulan terakhir, kasus aktif di Jakarta naik secara eksponensial hingga mencapai puncaknya pada tanggal 16 Juli 2021 yaitu 113.137 kasus aktif. Namun, kurang dari satu bulan, kasus aktif Jakarta kini turun ke 9.881 kasus.
“Umumnya, menurunkan kurva (kasus aktif) memakan waktu lebih lama daripada kenaikannya. Namun, alhamdulillah, berkat kerja keras begitu banyak pihak dan dengan dukungan kedisiplinan begitu banyak warga Jakarta, kita semua berhasil menurunkan kurva kasus aktif kembali ke bawah 10 ribu dalam waktu kurang dari satu bulan sejak puncak gelombang kedua (pada awal Juli 2021). Kasus aktif bisa turun signfikan karena kita semua bisa menekan penambahan kasus baru," jelas Gubernur Anies dalam paparannya, Sabtu 14 Agustus kemarin.
Puncak penambahan kasus harian di DKI terjadi pada 12 Juli 2021 dengan angka 14 ribu lebih kasus. Kini, tepat sebulan kemudian, penambahan kasus baru harian turun hinga 1/14-nya.
Mengutip data dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia terkait nilai Effective Reproduction Number (Rt), perhitungan terakhir menunjukkan nilai Rt Jakarta tepat di angka 1,0 yang berarti dalam indikator ini pandemi di Jakarta dapat dikatakan melandai. Namun Gubernur Anies mengungatkan agar warga tetap taat protokol kesehatan dan mengurangi mobilitas.
“Artinya pandemi melandai, tapi belum benar-benar terus berkurang ke depannya. Masih ada risiko putar balik atau naik lagi, bila mobilitas penduduk Jakarta tiba-tiba kembali tinggi. Ini tentu harus kita jaga. Momentum penurunan nilai Rt harus terus dilanjutkan,” terang Gubernur Anies.
Penurunan kasus baru, kasus aktif, dan laju penularan ini memberikan dampak signifikan pada beban fasilitas kesehatan yang berkurang. Per 12 Agustus 2021 keterisian tempat tidur isolasi di rumah sakit adalah 33% dan keterisian ICU 59%.
"Kini beban fasilitas kesehatan kita sudah turun jauh. Bahkan, bila diperhatikan, karena beban sudah turun jauh, maka kapasitas perawatan COVID-19 kembali diturunkan untuk memberi ruang bagi perawatan pasien non COVID-19. Sesungguhnya bila kapasitas untuk COVID-19 terus kita pertahankan di titik tertinggi, maka angka keterisian RS kita bisa lebih rendah dari 33% dan 59%,” tambahnya.