Djawanews.com – Pulau Bali, destinasi wisata primadona Indonesia, kini menghadapi tantangan serius akibat lonjakan jumlah pengunjung. Data terbaru dari Visual Capitalist menempatkan Bali sebagai pulau terpadat kedua di dunia setelah Pulau Jawa.
Melansir South China Morning Post, predikat ini mencerminkan dampak nyata dari overtourism yang mulai menekan kehidupan masyarakat lokal.
Dengan luas 5.780 km persegi dan kepadatan penduduk 731 jiwa per km persegi (belum termasuk wisatawan), Bali rata-rata menerima lebih dari 60 ribu pengunjung setiap hari. Sepanjang tahun 2024, lebih dari 6,3 juta turis asing telah berkunjung ke Bali.
Popularitas Bali memang terus meningkat. Bahkan, sebuah studi dari agen perjalanan Travelbag menobatkan Bali sebagai pulau terindah di dunia pada 2025. Namun, di balik pesona itu, penduduk lokal justru mulai merasa terpinggirkan.
Fenomena ini juga menjadi perhatian media internasional. Tahun lalu, Fodors Travel Guide memasukkan Bali dalam daftar destinasi yang sebaiknya dihindari pada 2025, dengan alasan utama adalah overtourism.
Meski mendapat sorotan negatif, pemerintah daerah menyangkal bahwa Bali mengalami overtourism. Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun, menyatakan Bali masih mampu menampung wisatawan berdasarkan data jumlah kamar hotel dan kapasitas objek wisata.
"Kami tidak mengatakan Bali mengalami overtourism. Masalah sebenarnya ada di jalan raya agar tidak terjadi kemacetan," ujar Tjok Bagus Pemayun.
Namun, Tjok mengakui pengelolaan arus kunjungan wisatawan, terutama saat musim libur seperti Natal dan Idul Fitri perlu ditangani lebih baik.
"Bali harus selalu siap, karena sebagai destinasi wisata, dunia tidak menunggu. Ketika ada hari besar, kesiapan harus ditingkatkan." tambahnya.
Lonjakan wisatawan memang menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menimbulkan dampak sosial, lingkungan, dan budaya. Bali kini berada di persimpangan, yakni antara tetap menjadi magnet pariwisata dunia, atau menyusun strategi baru yang lebih ramah terhadap penduduk lokal dan lingkungan.