Djawanews.com – Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti praktik pengoplosan beras yang baru-baru ini ditemukan oleh Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan. Puan menyebut kondisi ini sebagai bentuk pembohongan publik yang sangat merugikan masyarakat, terutama rakyat kecil, dan mendesak pihak berwenang untuk segera menindak para pelakunya.
"Rakyat jangan menjadi korban dari pasar yang tidak jujur. Apalagi di tengah tekanan ekonomi, praktik curang seperti ini adalah bentuk kejahatan yang menyasar langsung kehidupan rakyat," ujar Puan dalam keterangan yang diterima, Senin, 15 Juli, malam.
Puan menilai masalah ini lebih dari sekadar isu perdagangan, melainkan menyangkut hak dasar masyarakat atas pangan yang layak, terjangkau, dan informasi yang jujur. Ia menegaskan pentingnya kehadiran negara untuk bertindak tegas agar distribusi pangan tidak didominasi oleh mafia atau pelaku usaha yang mengabaikan etika dan hukum.
"Negara harus hadir dan bertindak tegas agar distribusi pangan tidak dikendalikan oleh mafia atau pelaku usaha yang mengabaikan etika dan hukum. Aparat juga harus segera menindak tegas mafia beras,” tegasnya.
Puan pun mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis demi memulihkan kepercayaan publik dan memastikan perlindungan bagi konsumen. Ia mengatakan penegakan hukum menyeluruh harus dilakukan tak hanya kepada pelaku teknis, tapi juga jaringan distribusi dan korporasi besar di balik praktik manipulatif.
“Diperlukan juga reformasi sistem pelabelan dan pengawasan mutu pangan agar lembaga terkait memiliki kewenangan dan kapasitas yang cukup,” sebut Puan.
"Pelibatan masyarakat sipil dan akademisi dalam pengawasan perlu dilakukan untuk mencegah dominasi informasi oleh pelaku industri," tambah mantan Menko PMK itu.
Puan juga menilai perlu adanya evaluasi terkait distribusi beras nasional yang dilakukan selama ini, termasuk peran BUMN dan mitra swasta agar berpihak pada konsumen dan petani. Selain itu, perlu peningkatan literasi dan perlindungan konsumen melalui edukasi publik yang berkelanjutan.
“Ini soal keadilan ekonomi. Ini soal martabat rakyat. DPR RI akan terus mengawal agar reformasi sistem pangan benar-benar menjawab kebutuhan dan kepentingan rakyat,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Kementan menemukan 212 merek beras di 10 provinsi yang diduga menjual beras oplosan dan tidak sesuai dengan standar. Dari temuan tersebut, 86 persen beras yang diklaim sebagai premium atau medium ternyata hanyalah beras biasa.
Temuan itu berdasarkan investigasi yang mengevaluasi mutu dan harga beras yang beredar di pasaran yang dilakukan pada periode 6 hingga 23 Juni 2025. Investigasi mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi.
Sampel ini melibatkan dua kategori beras yakni premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh. Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan 85,56 persen beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.
Sementara, 88,24 persen beras medium dari total sampel yang diuji tidak memenuhi standar mutu SNI. Selain itu, 95,12 persen beras medium ditemukan dijual dengan harga yang melebihi HET, dan 9,38 persen memiliki selisih berat yang lebih rendah dari informasi yang tercantum pada kemasan.