Djawanews.com - Seorang perempuan bernama Afifah bak terjatuh dan tertimpa tangga. Ia mengalami kesulitan keuangan dan membutuhkan uang untuk membeli susu dan kebutuhan dua orang anaknya.
Perempuan ini diketahui berprofesi sebagai guru honorer di Semarang, Jawa Tengah. Ia pun melihat peluang untuk mengatasi kesulitannya lewat aplikasi pinjaman online Pohon Uangku di ponselnya pada Maret lalu.
Setelah mengunduhnya, Afifah langsung mengikuti langkah-langkah persyaratan peminjaman uang. Ia pun mengajukan pinjaman sebesar Rp5 juta.
Menurut penjelasan aplikasi tersebut, pinjaman Rp5 juta itu dibayar dengan jangka waktu 91 hari dengan bunga 0.04 persen. Tak lama kemudian, ia menerima transfer uang Rp 3,7 juta.
Namun, Afifah merasa janggal karena mendapat transfer dalam waktu singkat.
Karena takut, uang itu pun ia simpan dan tidak diambil. Tak ada tanda tangan elektrik untuk persetujuan saat pinjaman pertama tersebut, ia hanya diminta mengirimkan foto KTP dan identifikasi wajah.
Afifah mengira pelunasan akan dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan. Namun, memasuki hari kelima setelah peminjaman, pada 25 Maret 2020 Afifah mulai ditagih dan diancam identitas lengkapnya akan disebar.
Teror pun mulai menghampiri Afifah. Pada 27 Maret 2021, pihak pinjol mengakses 200 kontak telepon Afifah lalu mengirim foto dan KTP dengan narasi ia tak bisa bayar utang.
Panik, Afifah pun meminjam uang lagi lewat aplikasi pinjaman online lainnya dengan maksud untuk menutup utangnya. Hingga akhirnya Afifah meminjam pada 20 aplikasi dengan total utang Rp206.350.000.
Sementara itu, dana yang sudah ia kembalikan Rp 158 juta. Afifah pun juga meminjam BPR Rp20 juta untuk melunasi sisa utangnya dengan jaminan sertifikat rumah. Dan kini, utang yang belum terbayar Afifah ada Rp 47 juta.
Melapor ke Polisi
Afifah akhirnya melaporkan kasus yang ia alami ke Ditreskrimsus Polda Jateng, Kamis (3/6/2021) lalu karena merasa jadi korban.
Afifah menempuh jalur hukum dan akan membayar utangnya di persidangan karena uang pinjaman awal masih utuh.
"Kami utarakan kami belum gunakan uang itu dari aplikasi Pohon UangKu. Kalau dirasa saya masih punya hutang maka akan saya bayar saat persidangan, saya memilih jalur hukum," jelas Afifah.
Sementara itu Kuasa hukum Afifah, Muhammad Sofyan dari LBH NU Salatiga mengatakan kliennya mendapat ancaman melalui telepon dan media sosial. Lebih parahnya, ada konten pornografi yang diedit dengan tulisan jual diri untuk lunasi utang.
"Data klien disebar ke seluruh kontak di phone book dengan tendensi menyerang, menyebutkan kata kasar, ditulis wanted dan sebagainya," katanya.
"Diteror ratusan kali. Bahkan ada yang diedit konten pornografi dan ditulis menjual diri untuk lunasi utang online," katanya.
Afifah pun mengalami depresi karena teror yang diterimanya cukup mengerikan. Terlebih setelah menerima bantuan hukum. Namun pelaporan yang dilakukan ke polisi sementara masih terkait pelanggaran UU ITE.
Sofyan menambahkan, "Saat ini klien kami tidak lagi berani memegang ponsel dan pekerjaannya terganggu karena teror WA tersebut juga sampai ke rekan-rekan guru."