YOGYAKARTA – Polemik dugaan penggunaan bahan nonhalal di rumah makan Ayam Goreng Widuran Solo terus bergulir dan memancing reaksi luas. Salah satunya datang dari Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A., anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal DIY sekaligus anggota MUI Pusat, yang menyampaikan keprihatinannya sekaligus dorongan agar pemerintah serius menegakkan hukum dan memperkuat sistem jaminan produk halal di Indonesia.
Dalam pernyataannya, Gus Hilmy, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa persoalan kehalalan makanan bukan hanya soal agama, tetapi juga terkait perlindungan hak konsumen yang dijamin negara. Ia merujuk Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang secara tegas mewajibkan seluruh produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia bersertifikat halal, kecuali yang secara jelas berasal dari bahan haram.
“Kasus ini bukan cuma soal pelanggaran norma agama, tapi pelanggaran hukum negara. UU Jaminan Produk Halal sudah jelas mengatur, dan sanksi bagi pelanggar bisa berupa peringatan, denda, hingga pencabutan izin usaha,” ujar anggota Komite II DPD RI tersebut melalui keterangan tertulis pada Selasa (27/05/2025).
Pria yang juga Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menilai, bila kasus ini tidak ditangani serius, akan menjadi preseden buruk bagi otoritas hukum halal di Indonesia. Ia berharap aparat, Pemkot Solo, BPJPH, dan MUI setempat bekerja profesional dan transparan dalam menindaklanjuti temuan ini.
Dalam kasus ini, Gus Hilmy menyebut, sebagai kota yang dikenal dengan citra kuliner dan mayoritas penduduk Muslim, Pemkot Solo seharusnya lebih sigap, disiplin, dan aktif memastikan seluruh pelaku usaha makanan mematuhi ketentuan halal.
“Jangan hanya sibuk promosi pariwisata dan wisata kuliner, tapi lalai menjaga kepercayaan umat Islam yang mayoritas menjadi konsumen di kota ini. Pemkot Solo harus bertanggung jawab, sebab pengawasan pangan halal, utamanya adalah tugas pemerintah daerah, bukan semata BPJPH pusat," kritiknya.
Hilmy menyayangkan bila kasus ini baru terungkap setelah ada laporan masyarakat dan viral di media sosial, yang menunjukkan lemahnya sistem pengawasan di tingkat daerah.
“Jangan sampai Solo dikenal sebagai kota wisata kuliner tapi pengawasannya amburadul. Pemerintah daerah jangan tidur. Pelaku usaha nakal itu bisa saja lebih dari satu. Ini PR serius,” tegas Gus Hilmy.
Selain itu, dari aspek perlindungan konsumen, ia juga mengingatkan bahwa UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha memperdagangkan produk tanpa informasi status halal.
“Masyarakat berhak tahu apa yang mereka konsumsi. Jika informasi itu disembunyikan atau dipalsukan, itu jelas pelanggaran hukum,” tambahnya.
Pria yang juga merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tersebut juga mengimbau masyarakat agar lebih cermat dalam memilih makanan, tidak ragu bertanya soal kehalalan produk, dan memastikan tempat makan memiliki sertifikat halal resmi. Di sisi lain, bagi sebagian masyarakat yang terlanjur mengkonsumsi, ia menghimbau agar tidak larut dan cemas berlebihan.
“Dalam situasi seperti ini, umat muslim cukup memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, memperbanyak istighfar, dan lebih hati-hati ke depannya. Tidak ada dosa bagi yang tidak tahu, dan hukum berlaku setelah mengetahuinya,” jelasnya.
Kepada pelaku usaha, Gus Hilmy berharap kasus ini menjadi pelajaran agar tidak hanya mengandalkan klaim sepihak, melainkan wajib mengikuti sertifikasi halal dari BPJPH dan pengawasan MUI.
“Komitmen kehalalan bukan sekadar formalitas, tapi bagian dari tanggung jawab moral dan hukum di negara ini,” pungkasnya.